Selasa, 24 Maret 2015

Lempah Kuning




Lempah kuning ini adalah masakan khas pulau Bangka... aku modifikasi sedikit ...Aku peroleh resep ini dari teman sekamar suami saat dirawat di RSKD. Rasanya enak... tanpa bumbu penyedap tentunya...


bahan : 
ikan kembung 1/2 kg
jamur segengam
buncis segenggam
kentang 2 buah ukuran sedang 

Bumbu : 
Cabe merah 7 buah 
Bawang merah 6 buah
Jahe 1 ruas jari
Lengkuas 2 ruas jari di keprek
Daun jeruk 5 lembar  
Terasi satu sendok teh
Asam jawa satu sendok makan 
Tomat hijau 3 buah dipotong-potong
air 1/2 liter

Cara membuatnya : 
Ikan kembung dicuci bersih beri jeruk nipis dan garam, diamkan 15 menit. Blender cabe, bawang, jahe, terasi. Taruh semua bumbu ke dalam wajan beri air 1/2 liter, setelah mendidih, masukkan ikan kembung yang sudah dicuci bersih juga potongan kentang, biarkan sampai mendidih, selanjutnya masukkan jamur dan buncis, tunggu airnya agak kering, angkat. Makan selagi hangat.  

Cumi Udang Saos Tomat

 


Masakan ini saya bikin, atas ide dari anak kedua saya, ingin dibuatkan udang ala restoran yang ada saos tomatnya. Saya tidak ingin menggunakan saos tomat botolan, karena saya sudah lama berusaha tidak menggunakan saos tomat botolan maupun bumbu penyedap lainnya ke dalam masakan saya. Saya ingin  yang alami. Jadilah ini... tetap enak, tanpa bumbu penyedap dan tanpa pengawet yang biasanya ada di dalam saos tomat botolan. Coba deh... lebih sehat tentunya... tapi jangan sering-sering karena cumi dan udang dapat memicu kolesterol tinggi...hehehe...


Bahan : 
Cumi 1/2 kg
Udang 1/4 kg

Bumbu : 
Cabe merah 5 buah iris tipis
Bawang putih 3 siung di iris tipis
Bawang bombay ukuran besar diiris tipis
Tomat 5 buah ukuran sedang
Jahe 1 ruas jari
Daun jeruk 5 lembar
Garam 
Gula 
Minyak goreng untuk menumis

Cara membuatnya : 
Cuci udang dan cumi hingga bersih, buang tinta hitamnya, potong-potong sesuai selera. Beri jeruk nipis dan garam diamkan 15 menit. Blender semua tomat hingga halus. Tumis bawang putih, bombay, cabe, jahe, daun jeruk hingga harum, masukkan udang dan cumi yang telah dicuci bersih. Setelah setengah matang, masukkan tomat yang sudah diblender sebagai saosnya, aduk rata, tambahkan garam dan gula secukupnya. Beri air sedikit. Agar kuahnya kental, beri satu sendok makan tepung mazena yang sudah dicairkan. Diamkan hingga mendidih. Setelah kuah agak kering, angkat. Makan selagi hangat.

Pengat Tuwis Bandeng ( Masakan khas Gayo) Aceh Tengah





Masakan ini merupakan masakan khas daerah suku Gayo di Aceh Tengah. Ibu saya kebetulan berasal dari sana. Sejak kecil saya sering makan masakan ini. Selain bandeng, ikan lain juga bisa sebagai gantinya, seperti ikan patin, ikan mas, mujaer, lele juga boleh. Biasanya kalau ikan patin dan ikan mas dicampur dengan kacang panjang. Kalau ikan bandeng, enaknya dengan rebung. Masakan ini mirip dengan Ikan arsik dari Medan, Sumut.

Bahan : 
Ikan Bandeng 1/2 kg
Rebung 1/4 sudah diasamkan

Bumbu
Bawang merah 6 buah 
Cabe merah 8 buah, kalau mau pedas bisa ditambahkan
Kunyit 2 ruang jari
Tomat 1 buah ukuran sedang 
Jahe 1 ruas jari
Daun jeruk 5 lembar
Jeruk nipis satu buah 
Garam secukupnya
Air 1/5 liter

Cara membuatnya : 
Bersihkan ikan bandeng, setelah itu lumuri dengan jeruk nipis diberi garam sedikit, diamkan 15 menit.
Blender semua bumbu, kecuali daun jeruk dan jeruk nipis. Masukan ikan bandeng dan rebung yang sudah dicuci bersih, campurkan bumbu yang sudah diblender ke dalam wajan, taruh jeruk nipis, garam dan daun jeruk. Beri air secukupnya. Diamkan hingga mendidih dan airnya kering. Rasanya, pedas dan asam.

Selasa, 10 Maret 2015

Tanda-tanda kepergianmu....

Suami saya menderita sakit sekitar 7 bulan, sebelum akhirnya dipanggil yang Maha Kuasa pada hari Minggu, tanggal 18 Mei 2014 lalu. Saya ingin berbagi pengalaman atau sharing kepada pada pembaca yang sempat membaca blog saya ini. 

Suami saya menderita sakit kanker paru-paru stadium 4 yang sudah menyebar ke kepala. Pernah dirawat di dua rumah sakit. Saat pertama kali dirawat di RSKD, dokter spesialis paru-parunya sudah bilang ke saya bahwa menurut teori buku, usia suami ibu sekitar 6 bulan, tapi yang Maha Kuasa yang menentukan segalanya.Terakhir, sebelum beliau meninggal, sempat dirawat di RSKD Slipi sekitar 2,5 bulan.


Selama suami dirawat, saya sempat membaca di Internet, "tanda-tanda 100 hari menjelang kematian". Namun, kok sepertinya saya tetap tidak menyadari apa yang menjadi tanda-tanda sebelum kepergian almarhum. Saya menyadarinya setelah almarhum tiada. Diantara tanda-tanda itu, orang yang sakit terlihat seperti mau sembuh. 
  
Demikian juga dengan suami saya. Seminggu sebelum beliau meninggal, dia terlihat lebih segar dan makannya lebih banyak dari biasanya. Biasanya cuma 2 atau 3 suap, ini habis separuh piring, saya tentu saja senang. Saya lihat kakinya yang sebelah kiri, sudah bisa lurus. Ditambah memang suami disarankan dokter untuk dirawat di rumah atau home care atau pengobatan Valiatif.

Tiga hari sebelum almarhum meninggal, dia bilang, ada bapaknya datang. Mungkin ini yang dibilang orang-orang tua dulu, biasanya orang sebelum meninggal dijemput oleh orang tuanya yang sudah meninggal lebih dulu.  Sehari sebelum dia meninggal, hari sabtu sore, dia bilang juga ada banyak orang datang tapi saya tidak melihatnya, demikian juga malam harinya, katanya di belakang saya ada orang, tapi saya tidak melihatnya juga. 

Hari minggu pagi, seperti biasanya, saya mandikan dia, kali ini lebih bersih dari biasanya, kebetulan dia buang air besar, saya bersihkan sebersih-bersihnya pakai sabun,  seperti terbersit dalam pikiran saya,  apakah ini membersihkan diri yang terakhir, demikian terlintas dalam pikiran saya. 

Memang, pasca operasi dibagian kepala (jumat, 21 Maret 2014) bagian sebelah kiri badan suami  tidak bisa lagi digerakkan. Sejak itu, hampir setiap hari saya mandikan, di atas tempat tidur rumah sakit. Pertama-tama dibantu oleh perawat, lama-kelamaan saya bisa mandiri tanpa bantuan orang lain, termasuk ketika dia buang air besar, sekaligus mengganti seprei tempat tidur rumah sakit. Saya lakukan sendiri.  Alhamdulillah, saya diberi kekuatan dan kesehatan untuk merawat suami dengan tulus dan ikhlas. Saya berharap kesembuhan, namun Allah mempunyai rencana lain yang terbaik buat almarhum. Dia kembali kepada NYA dalam keadaan yang baik. 

Hari Minggu, sekitar sekitar jam  6 pagi, ketika bangun pagi, dia bilang, "ma kaki saya kok yang kanan baal (kebal)". Saya coba untuk mengangkat kaki kanannya disertai cubitan, ternyata memang tidak terasa, katanya. Kemudian, suami bilang bahwa ada orang di kakinya, tapi kami tidak melihat ada orang. Suami mengeluh sesak nafas, kemudian dipindahkan ke ruang darurat, dipasangi alat deteksi jantung, oksigen tambahan, dsb. Sekitar jam 10 pagi, suami sempat meminta maaf kepada saya dan teman sekamar suami. Kepada anak kami, dia masih sempat bilang, "Tan, papa kritis tan". Selanjutnya, tangan kanannya mulai tidak bisa digerakan. Saya dan keponakan, membacakan yasin di telinganya, sampai saat menjelang ajalnya, anak kami Sultan membacakan asma Allah di telinga sebelah kiri, saya di sebelah kanan, kepalanya miring ke kanan. Perlahan-lahan nafasnya semakin lambat, sampai akhirnya berhenti sekitar jam 14:45. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Saya cium keningnya, saya ucapkan, "Mama sayang sama papa, Allah lebih sayang sama Papa". Saya usap wajahnya. Semoga sakitnya menjadi khifarat (pengampunan dosa) baginya. Setelah itu,  baru saya nangis memeluk anak saya.

Dilihat dari kejadian diatas, jika dikaitkan dengan "100 hari menjelang tanda-tanda kematian", saya perhatikan hampir sama, namun sayang saya tidak menyadarinya, seperti ada yang menutup mata pikiran saya. Seminggu terakhir terlihat lebih segar, seakan mau sembuh, sering melihat orang tapi kita tidak melihatnya, yang sebenarnya menurut ibu saya, itu adalah malaikat penjemput. Pencabutan ruh suami saya, menurut ibu saya, sudah dimulai dari pagi hari sejak dia mengatakan kakinya baal (kebal). Subhanallah... dimulai dari kaki, perlahan-lahan sekali, bahkan ketika sudah mencapai lengan, dia masih bisa berbicara, mengatakan tanganya mulai baal...sampai akhirnya tiada. Semoga khusnul khotimah, Yaa Allah.

Oya, disaat yang bersamaan, di rumah kakak suami,  sedang diadakan pengajian anak yatim untuk adiknya yang sedang sakit ini. Menurut kakak suami, kepergian  almarhum hampir bersamaan dengan waktu selesainya pengajian yatim di rumahnya.

Saya selalu berdoa untuk suami saya, demikian juga anak-anak, selalu saya ingatkan untuk senantiasa mendoakan papanya.